![]() |
http://www.anehdidunia.com/2016/08/tradisi-seksual-paling-ekstrim-suku-suku-di-dunia.html |
Homoseksualitas mungkin masih menjadi hal
yang tabu untuk dibicarakan oleh kebanyakan masyarakat di Indonesia.
Pembicaraan mengenai hal hal yang berbau seksual nampaknya masih dianggap
sebagai topik yang bersifat privasi. Akhir
akhir ini pembahasan mengenai LGBT seperti homoseksualitas banyak mendapat
kecaman dan penghakiman dari berbagai kalangan karena dianggap bukan budaya
ketimuran. Entah pernyataan tersebut didasari karena ketidaktahuan atau memang
tidak mau mencari tahu bahwa sebenarnya budaya homoseksual ini telah berkembang
dan mengakar lama dibeberapa tradisi masyarakat Indonesia. Maka dari itu
pembahasan mengenai keberagaman gender dan seksualitas harusnya tidak menjadi
sesuatu yang dianggap risih untuk dibicarakan
karena faktanya beberapa tradisi suku di Indonesia telah mengenal ini sejak
lama sebagai basis peninggalan nenek moyang yang dijaga erat dan juga sebagai
warisan kekayaan budaya dan kearifan lokal.
Perilaku homoseksual sudah sejak dulu ada,
salah satunya dapat dijumpai pada ritual Inseminasi yang dilakukan secara turun
temurun oleh kalangan orang Melanesia dari Papua, seperti orang suku Sambia dan
Etoro. Praktek atau ritual ini disusun berdasarkan usia dan diarahkan kepada
anak anak yang menginjak dewasa sebagai ritual menuju kedewasaan. Menurut kepercayaan
mereka, anak laki laki yang menginjak dewasa harus dibersihkan dari unsur
perempuan sebelum menjadi pribadi yang dewasa. Anak laki laki tercemar dengan
unsur perempuan, melalui cairan perempuan seperti saat menyusui, dan kontak dengan
Ibu serta anggota perempuan lainnya. Untuk mengindari kontaminasi perempuan
lebih lanjut, maka diadakan ritual pembersihan yang disebut sebagai “Inseminasi”.
Setelah usia tertentu, misalnya saat mulai menginjak remaja anak laki-laki
diambil dari orangtuanya khususnya Ibunyan dan tinggal terpisah dari rumah
untuk dikumpulkan dengan anak laki laki lain yang masih muda dan belum menikah.
Mereka dikumpulkan kedalam rumah yang disebut sebagai rumah bujangan. Hal ini
bertujuan untuk membina solidaritas antar kaum laki laki dalam suku, juga untuk
mempersiapkan anak muda agar menjadi prajurit yang tangguh dan hebat.
Setelah berpisah dari keluarga khususnya
Ibunya, anak laki laki dibesarkan dan dididik bersama dirumah bujangan sebelum
mereka mempunyai istri. Agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang
tangguh, seorang anak laki-laki harus menyerap cairan semen atau sperma dari
orang yang dianggap sudah dewasa. Akan tetapi sebelum ritual itu dimulai anak laki
laki tersebut (suku Sambia) harus melewati dua ritual terlebih dahulu. Ritual pertama
dimulai dengan mengeluarkan darah dari hidung dengan cara menusukkan kayu
runcing atau batang rumput kering ke dalam hidung hingga berdarah. Ketika darah
berhasil keluar dari hidung, maka upacara syukuran pun dilaksanakan. Mereka bahkan
saling memeluk dan berjabat erat hingga menangis bersama tanda kebahagiaan. Setelah
ritual tusuk hidung, anak laki laki suku Sambia akan dicambuk hingga dipukuli. Ritual
ini dipercaya untuk menguatkan fisik dan mental mereka agar menjadi prajurit
yang tangguh.
Setelah melewati kedua ritual tersebut,
ritual meminum air sperma pun dimulai. Cara menerima cairan laki laki dewasa
ini dapat dilakukan dengan menelan sperma melalui oral seks (fellatio) atau
sebagai pihak yang dipenetrasi dalam hubungan seks anal homoseksual. Laki laki
yang menyumbangkan spermanya sebagai inseminator adalah anggota suku yang
dianggap lebih tua dan dewasa, biasanya berasal dari paman mereka, atau jika
anak tersebut telah dijodohkan sebelumnya maka sang mertua laki laki atau calon
kakak ipar anak itu dianggap sebagai inseminator yang tepat. Ritual dan
aktivitas ini berlanjut dan dilakukan terus menerus sejak masa akhir anak anak
dan selama masa remaja dalam rumah bujang. Ritual dapat dianggap selesai jika
anak laki laki tersebut telah menyerap cukup unsur laki laki dewasa, yaitu
ketika sang anak telah dianggap dewasa (berumur 20 tahun), atau biasanya ketika
kumis dan jenggotnya mulai tumbuh dan sudah siap untuk menikah.
Mungkin tradisi ini dianggap sebagai
sesuatu yang menjijikkan bagi sebagian orang khususnya generasi milenial, namun
itulah yang terjadi bahwa faktanya keberagaman gender dan seksualitas seperti
homoseksualitas sudah tumbuh dan berkembang sejak lama. Masyarakat yang
mengetahui hal ini menghormati sebuah tradisi suku Sambia karena menjadi
warisan budaya yang tidak bisa ditolak begitu saja.
0 komentar:
Posting Komentar