Now you can Subscribe using RSS

Submit your Email

Jumat, 14 Juli 2017

“Ritual Inseminasi : Penanda Kedewasaan Dengan Minum Sperma”

Unknown
http://www.anehdidunia.com/2016/08/tradisi-seksual-paling-ekstrim-suku-suku-di-dunia.html

Homoseksualitas mungkin masih menjadi hal yang tabu untuk dibicarakan oleh kebanyakan masyarakat di Indonesia. Pembicaraan mengenai hal hal yang berbau seksual nampaknya masih dianggap sebagai topik yang bersifat privasi. Akhir akhir ini pembahasan mengenai LGBT seperti homoseksualitas banyak mendapat kecaman dan penghakiman dari berbagai kalangan karena dianggap bukan budaya ketimuran. Entah pernyataan tersebut didasari karena ketidaktahuan atau memang tidak mau mencari tahu bahwa sebenarnya budaya homoseksual ini telah berkembang dan mengakar lama dibeberapa tradisi masyarakat Indonesia. Maka dari itu pembahasan mengenai keberagaman gender dan seksualitas harusnya tidak menjadi sesuatu yang dianggap risih  untuk dibicarakan karena faktanya beberapa tradisi suku di Indonesia telah mengenal ini sejak lama sebagai basis peninggalan nenek moyang yang dijaga erat dan juga sebagai warisan kekayaan budaya dan kearifan lokal.
Perilaku homoseksual sudah sejak dulu ada, salah satunya dapat dijumpai pada ritual Inseminasi yang dilakukan secara turun temurun oleh kalangan orang Melanesia dari Papua, seperti orang suku Sambia dan Etoro. Praktek atau ritual ini disusun berdasarkan usia dan diarahkan kepada anak anak yang menginjak dewasa sebagai ritual menuju kedewasaan. Menurut kepercayaan mereka, anak laki laki yang menginjak dewasa harus dibersihkan dari unsur perempuan sebelum menjadi pribadi yang dewasa. Anak laki laki tercemar dengan unsur perempuan, melalui cairan perempuan seperti saat menyusui, dan kontak dengan Ibu serta anggota perempuan lainnya. Untuk mengindari kontaminasi perempuan lebih lanjut, maka diadakan ritual pembersihan yang disebut sebagai “Inseminasi”. Setelah usia tertentu, misalnya saat mulai menginjak remaja anak laki-laki diambil dari orangtuanya khususnya Ibunyan dan tinggal terpisah dari rumah untuk dikumpulkan dengan anak laki laki lain yang masih muda dan belum menikah. Mereka dikumpulkan kedalam rumah yang disebut sebagai rumah bujangan. Hal ini bertujuan untuk membina solidaritas antar kaum laki laki dalam suku, juga untuk mempersiapkan anak muda agar menjadi prajurit yang tangguh dan hebat.
Setelah berpisah dari keluarga khususnya Ibunya, anak laki laki dibesarkan dan dididik bersama dirumah bujangan sebelum mereka mempunyai istri. Agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang tangguh, seorang anak laki-laki harus menyerap cairan semen atau sperma dari orang yang dianggap sudah dewasa. Akan tetapi sebelum ritual itu dimulai anak laki laki tersebut (suku Sambia) harus melewati dua ritual terlebih dahulu. Ritual pertama dimulai dengan mengeluarkan darah dari hidung dengan cara menusukkan kayu runcing atau batang rumput kering ke dalam hidung hingga berdarah. Ketika darah berhasil keluar dari hidung, maka upacara syukuran pun dilaksanakan. Mereka bahkan saling memeluk dan berjabat erat hingga menangis bersama tanda kebahagiaan. Setelah ritual tusuk hidung, anak laki laki suku Sambia akan dicambuk hingga dipukuli. Ritual ini dipercaya untuk menguatkan fisik dan mental mereka agar menjadi prajurit yang tangguh.
Setelah melewati kedua ritual tersebut, ritual meminum air sperma pun dimulai. Cara menerima cairan laki laki dewasa ini dapat dilakukan dengan menelan sperma melalui oral seks (fellatio) atau sebagai pihak yang dipenetrasi dalam hubungan seks anal homoseksual. Laki laki yang menyumbangkan spermanya sebagai inseminator adalah anggota suku yang dianggap lebih tua dan dewasa, biasanya berasal dari paman mereka, atau jika anak tersebut telah dijodohkan sebelumnya maka sang mertua laki laki atau calon kakak ipar anak itu dianggap sebagai inseminator yang tepat. Ritual dan aktivitas ini berlanjut dan dilakukan terus menerus sejak masa akhir anak anak dan selama masa remaja dalam rumah bujang. Ritual dapat dianggap selesai jika anak laki laki tersebut telah menyerap cukup unsur laki laki dewasa, yaitu ketika sang anak telah dianggap dewasa (berumur 20 tahun), atau biasanya ketika kumis dan jenggotnya mulai tumbuh dan sudah siap untuk menikah.
Mungkin tradisi ini dianggap sebagai sesuatu yang menjijikkan bagi sebagian orang khususnya generasi milenial, namun itulah yang terjadi bahwa faktanya keberagaman gender dan seksualitas seperti homoseksualitas sudah tumbuh dan berkembang sejak lama. Masyarakat yang mengetahui hal ini menghormati sebuah tradisi suku Sambia karena menjadi warisan budaya yang tidak bisa ditolak begitu saja.




Unknown / Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar:

Posting Komentar

Coprights @ 2016, Blogger Templates Designed By Templateism | Templatelib