“Mohammad
Hatta, Cerita Di Balik Kesederhanaan dan Kejujuran”
Nama
Mohammad Hatta tidak pernah lepas dari perjuangan dan jerih payah bangsa
Indonesia dalam mencapai kemerdekaan. Pria yang akrab disapa Bung Hatta itu
merupakan pejuang kemerdekaan Indonesia dimasa penjajahan Belanda, Jepang dan
di masa revolusi. Bersama Soekarno, Bung Hatta menandatangani teks proklamasi
kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, dan disebut sebut sebagai sang
proklamator, the founding fathers.
Bung
Hatta, cerita dibalik kesederhanaan dan kejujuran seorang pemimpin bangsa
inilah yang patut dijadikan teladan. Bung Hatta dilahirkan di Bukittinggi, 12
Agustus 1902. Dikota kecil dan indah inilah, Bung Hatta dibesarkan dilingkungan
keluarga Ibunya. Ayahnya, Haji Mohammad Djamil,
meninggal ketika Hatta berusia delapan bulan. Dari ibunya, Hatta memiliki enam
saudara perempuan. Ia adalah anak laki-laki satu-satunya. Sejak duduk di MULO di kota Padang, ia telah tertarik pada pergerakan.
Sejak tahun 1916, timbul perkumpulan-perkumpulan pemuda seperti Jong Java, Jong
Sumatranen Bond, Jong Minahasa. dan Jong Ambon. Hatta masuk ke perkumpulan Jong
Sumatranen Bond. Sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond, ia menyadari
pentingnya arti keuangan bagi hidupnya perkumpulan. Tetapi sumber keuangan baik
dari iuran anggota maupun dari sumbangan luar hanya mungkin lancar kalau para
anggotanya mempunyai rasa tanggung jawab dan disiplin. Rasa tanggung jawab dan
disiplin selanjutnya menjadi ciri khas sifat-sifat Mohammad Hatta.
Pada tahun
1921, Hatta tiba di Belanda dan ia mendaftar sebagai anggota Indische Vereniging.
Perkumpulan yang menolak bekerjasama dengan Belanda itu kemudian berubah nama
menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Sejak
tahun 1926 sampai 1930, berturut-turut Hatta dipilih menjadi Ketua PI. Di bawah
kepemimpinannya, PI berkembang dari perkumpulan mahasiswa biasa menjadi
organisasi politik yang mempengaruhi jalannya politik rakyat di Indonesia.
Sehingga akhirnya diakui oleh Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan
Indonesia (PPPI) PI sebagai pos depan dari pergerakan nasional yang berada di
Eropa. PI melakukan propaganda aktif di luar negeri Belanda. Hampir setiap
kongres intemasional di Eropa dimasukinya, dan menerima perkumpulan ini. Selama
itu, hampir selalu Hatta sendiri yang memimpin delegasi.
Pada bulan Juli 1932, Hatta berhasil menyelesaikan studinya
di Negeri Belanda dan sebulan kemudian ia tiba di Jakarta. Antara akhir tahun
1932 dan 1933, kesibukan utama Hatta adalah menulis berbagai artikel politik
dan ekonomi. Hatta pernah dibuang dan diasingkan ke Papua oleh pemerintahan
kolonial Belanda. Pada bulan Januari 1935, Hatta dan kawan-kawannya tiba di
Tanah Merah, Boven Digoel (Papua). Kepala pemerintahan di sana, Kapten van
Langen, menawarkan dua pilihan: bekerja untuk pemerintahan kolonial dengan upah
40 sen sehari dengan harapan nanti akan dikirim pulang ke daerah asal, atau
menjadi buangan dengan menerima bahan makanan in natura, dengan tiada harapan
akan dipulangkan ke daerah asal. Hatta menjawab, bila dia mau bekerja untuk
pemerintah kolonial waktu dia masih di Jakarta, pasti telah menjadi orang besar
dengan gaji besar pula. Maka tak perlulah dia ke Tanah Merah untuk menjadi kuli
dengan gaji 40 sen sehari.
Pada tanggal 3 Februari
1942, Hatta dan Sjahrir dibawa ke Sukabumi. Pada tanggal 9 Maret 1942,
Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang, dan pada tanggal 22 Maret
1942 Hatta dan Sjahrir dibawa ke Jakarta. Pada masa pendudukan Jepang, Hatta
diminta untuk bekerja sama sebagai penasehat. Hatta mengatakan tentang
cita-cita bangsa Indonesia untuk merdeka, dan dia bertanya, apakah Jepang akan
menjajah Indonesia? Kepala pemerintahan harian sementara, Mayor Jenderal
Harada. menjawab bahwa Jepang tidak akan menjajah. Namun Hatta mengetahui,
bahwa Kemerdekaan Indonesia dalam pemahaman Jepang berbeda dengan pengertiannya
sendiri. Pengakuan Indonesia Merdeka oleh Jepang perlu bagi Hatta sebagai
senjata terhadap Sekutu kelak. Bila Jepang yang fasis itu mau mengakui, apakah
sekutu yang demokratis tidak akan mau? Karena itulah maka Jepang selalu
didesaknya untuk memberi pengakuan tersebut, yang baru diperoleh pada bulan
September 1944. Selanjutnya pada 17 Agustus 1945, bersama Soekarno, Bung Hatta
menandatangani naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia yang kemudian menjadi
ujung tombak perjuangan awal bangsa Indonesia. Karenanya, Bung Karno dan Bung
Hatta dikenal sebagai sang Proklamator.
36 tahun sudah Bung Hatta
berpulang ke pangkuan Ilahi. Tepat pada 14 Maret 1980, pria kelahiran 12
Agustus 1902 ini menghembuskan nafas terakhirnya pada usia 77 tahun di RS Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Bung Hatta dikebumikan di TPU Tanah Kusir selang satu
hari kemudian. Bung Hatta merupakan sosok yang jarang sekali ditemukan pada
sosok pemimpin bangsa saat ini. Sosoknya yang rela berkorban demi kepentingan
bangsa dan negara berbanding terbalik dengan para pemangku kepentingan saat ini
yang banyak terjerat kasus korupsi. Bung Hatta merupakan sosok sederhana yang
tidak memperkaya diri sendiri dari jabatan yang dimilikinya. Padahal jika ia
mau, tidaklah sulit. Sebab, berbagai posisi penting pernah dijabatnya antara
lain wakil presiden dan perdana menteri.
Begitu sederhananya
sampai sampai pria yang mendapat gelar Drs dari Nederland Handelshogeschool,
Rotterdam Belanda itu hingga akhir hidupnya tidak mampu membeli sepatu Bally
yang sangat diimpikannya. Seperti yang diceritakan sekretaris pribadi Bung
Hatta, Iding Wangsa Widjaja, suatu ketika Bung Hatta pernah melewati pertokoan
diluar negeri. Saat itu Bung Hatta melihat sepasang sepatu Bally yang
terpampang dietalase toko. Bung Hatta sangat terkesima dan ingin memiliki sepatu
Bally itu. Sampai sampai guntingan iklan sepatu Bally itu disimpannya didalam
dompet dan berharap agar suatu saat bisa membelinya.
Namun, hingga akhir
hayatnya, sang proklamator bahkan tidak mampu untuk membeli sepatu favoritnya
itu. Penyebabnya, uang tabungannya tidak pernah cukup karena selalu dipakai
untuk membiayai keperluan rumah tangga, membantu saudara dan kerabatnya.
Bahkan, diusia tuanya Bung Hatta hidup dengan sangat memprihatinkan. Hidup
sangat sederhana sebagai pensiunan seorang Wakil Presiden, ternyata belum cukup
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ironisnya, Bung Hatta tidak mampu untuk
membayar pajak bumi bangunan, air bahkan tagihan listrik. Ali Sadikin terhenyak
dan tersentuh hatinya ketika mendengar kabar tersebut. Seorang mantan Wakil Presiden
tidak mampu membayar iuran air, pajak bangunan dan listrik karena saking
kecilnya uang pensiunan. Gubernur legendaris itu sangat terharu melihat kondisi
Bung Hatta. Seorang pemimpin yang jujur hingga hidup susah dihari tua. Maka
tergeraknya Bang Ali untuk membantu Hatta. Sang Letnan Jenderal Marinir itu
melobi DPRD DKI untuk menjadikan Bung Hatta sebagai warga kota utama, dengan
begitu Bung Hatta terbebas dari iuran air dan PBB.
Ironi, seorang
proklamator, mantan Wakil Presiden, mantan perdana menteri dan seorang Bapak
Bangsa Indonesia bahkan tidak sanggup untuk membayar listrik dan air. Tapi
itulah kejujuran Bung Hatta. Padahal jika ia mau main proyek, Hatta tentu saja
bisa menjadi seorang yang kaya tujuh turunan. Lain lagi menurut Jenderal
Hoegeng, jika ada sosok yang membuat Jenderal Hoegeng merasa kagum akan
kejujuran seseorang, maka Mohammad Hatta adalah orangnya. Jika Jenderal Hoegeng
yang terkenal paling jujur saja sampai kagum, maka bisa dibayangkan betapa
jujurnya Bung Hatta.
Bung Hatta adalah sosok
yang membuat Hoegeng selalu malu untuk melakukan tindakan hina seperti korupsi.
Apalagi setelah Hoegeng tahu bagaimana melaratnya Hatta setelah mundur sebagai
seorang Wakil Presiden tahun 1956. “Ketika Bung Hatta mengundurkan diri dari
jabatan Wakil Presiden, diberitakan dia hanya mempunyai uang tabungan Rp.200.
Uang pensiunannya pun tidak cukup untuk membayar biaya listrik”, tulis Jenderal
Hoegeng dalam memoarnya. Berapa nilai uang Rp.200 pada saat itu jika dihitung
dengan kondisi sekarang? seorang prajurit TNI saat itu bercerita, saat tahun
1956 gajinya Rp.125 per bulan. Ironi sekali bukan, seorang Wakil Presiden RI
hanya memiliki uang nyaris setara dengan prajurit TNI berpangkat rendah. Saat
pensiun, Hatta juga menolak semua jabatan komisaris BUMN atau posisi lain yang
sebenarnya bisa membuat hidupnya kaya. Tapi Hatta menolaknya dengan mentah
karena bukan rahasia umum lagi jika komisaris BUMN hanya makan gaji buta. Hatta
tidak pernah sudi memeras bangsanya dengan menduduki jabatan seperti itu.
Seperti kata beliau yang
akan selalu hidup dan dikenang oleh seluruh generasi pemuda, “Indonesia merdeka
bukan tujuan akhir kita. Indonesia merdeka hanya syarat untuk bisa mencapai
kebahagiaan dan kemakmuran rakyat”. Maka terpujilah pejabat yang jujur
sepertimu Bung Hatta. Semoga kisahmu dapat dikenang dan diterapkan oleh
pemimpin bangsa saat ini.
Referensi :
Merdeka.com
http://www.biografiku.com/2009/08/biografi-mohammad-hatta.html
0 komentar:
Posting Komentar