Now you can Subscribe using RSS

Submit your Email

Selasa, 14 Februari 2017

Unknown
“Mohammad Hatta, Cerita Di Balik Kesederhanaan dan Kejujuran”



Nama Mohammad Hatta tidak pernah lepas dari perjuangan dan jerih payah bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan. Pria yang akrab disapa Bung Hatta itu merupakan pejuang kemerdekaan Indonesia dimasa penjajahan Belanda, Jepang dan di masa revolusi. Bersama Soekarno, Bung Hatta menandatangani teks proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, dan disebut sebut sebagai sang proklamator, the founding fathers.
Bung Hatta, cerita dibalik kesederhanaan dan kejujuran seorang pemimpin bangsa inilah yang patut dijadikan teladan. Bung Hatta dilahirkan di Bukittinggi, 12 Agustus 1902. Dikota kecil dan indah inilah, Bung Hatta dibesarkan dilingkungan keluarga Ibunya. Ayahnya, Haji Mohammad Djamil, meninggal ketika Hatta berusia delapan bulan. Dari ibunya, Hatta memiliki enam saudara perempuan. Ia adalah anak laki-laki satu-satunya. Sejak duduk di MULO di kota Padang, ia telah tertarik pada pergerakan. Sejak tahun 1916, timbul perkumpulan-perkumpulan pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa. dan Jong Ambon. Hatta masuk ke perkumpulan Jong Sumatranen Bond. Sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond, ia menyadari pentingnya arti keuangan bagi hidupnya perkumpulan. Tetapi sumber keuangan baik dari iuran anggota maupun dari sumbangan luar hanya mungkin lancar kalau para anggotanya mempunyai rasa tanggung jawab dan disiplin. Rasa tanggung jawab dan disiplin selanjutnya menjadi ciri khas sifat-sifat Mohammad Hatta.
Pada tahun 1921, Hatta tiba di Belanda dan ia mendaftar sebagai anggota Indische Vereniging. Perkumpulan yang menolak bekerjasama dengan Belanda itu kemudian berubah nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Sejak tahun 1926 sampai 1930, berturut-turut Hatta dipilih menjadi Ketua PI. Di bawah kepemimpinannya, PI berkembang dari perkumpulan mahasiswa biasa menjadi organisasi politik yang mempengaruhi jalannya politik rakyat di Indonesia. Sehingga akhirnya diakui oleh Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPI) PI sebagai pos depan dari pergerakan nasional yang berada di Eropa. PI melakukan propaganda aktif di luar negeri Belanda. Hampir setiap kongres intemasional di Eropa dimasukinya, dan menerima perkumpulan ini. Selama itu, hampir selalu Hatta sendiri yang memimpin delegasi.
Pada bulan Juli 1932, Hatta berhasil menyelesaikan studinya di Negeri Belanda dan sebulan kemudian ia tiba di Jakarta. Antara akhir tahun 1932 dan 1933, kesibukan utama Hatta adalah menulis berbagai artikel politik dan ekonomi. Hatta pernah dibuang dan diasingkan ke Papua oleh pemerintahan kolonial Belanda. Pada bulan Januari 1935, Hatta dan kawan-kawannya tiba di Tanah Merah, Boven Digoel (Papua). Kepala pemerintahan di sana, Kapten van Langen, menawarkan dua pilihan: bekerja untuk pemerintahan kolonial dengan upah 40 sen sehari dengan harapan nanti akan dikirim pulang ke daerah asal, atau menjadi buangan dengan menerima bahan makanan in natura, dengan tiada harapan akan dipulangkan ke daerah asal. Hatta menjawab, bila dia mau bekerja untuk pemerintah kolonial waktu dia masih di Jakarta, pasti telah menjadi orang besar dengan gaji besar pula. Maka tak perlulah dia ke Tanah Merah untuk menjadi kuli dengan gaji 40 sen sehari.
Pada tanggal 3 Februari 1942, Hatta dan Sjahrir dibawa ke Sukabumi. Pada tanggal 9 Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang, dan pada tanggal 22 Maret 1942 Hatta dan Sjahrir dibawa ke Jakarta. Pada masa pendudukan Jepang, Hatta diminta untuk bekerja sama sebagai penasehat. Hatta mengatakan tentang cita-cita bangsa Indonesia untuk merdeka, dan dia bertanya, apakah Jepang akan menjajah Indonesia? Kepala pemerintahan harian sementara, Mayor Jenderal Harada. menjawab bahwa Jepang tidak akan menjajah. Namun Hatta mengetahui, bahwa Kemerdekaan Indonesia dalam pemahaman Jepang berbeda dengan pengertiannya sendiri. Pengakuan Indonesia Merdeka oleh Jepang perlu bagi Hatta sebagai senjata terhadap Sekutu kelak. Bila Jepang yang fasis itu mau mengakui, apakah sekutu yang demokratis tidak akan mau? Karena itulah maka Jepang selalu didesaknya untuk memberi pengakuan tersebut, yang baru diperoleh pada bulan September 1944. Selanjutnya pada 17 Agustus 1945, bersama Soekarno, Bung Hatta menandatangani naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia yang kemudian menjadi ujung tombak perjuangan awal bangsa Indonesia. Karenanya, Bung Karno dan Bung Hatta dikenal sebagai sang Proklamator.
36 tahun sudah Bung Hatta berpulang ke pangkuan Ilahi. Tepat pada 14 Maret 1980, pria kelahiran 12 Agustus 1902 ini menghembuskan nafas terakhirnya pada usia 77 tahun di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Bung Hatta dikebumikan di TPU Tanah Kusir selang satu hari kemudian. Bung Hatta merupakan sosok yang jarang sekali ditemukan pada sosok pemimpin bangsa saat ini. Sosoknya yang rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara berbanding terbalik dengan para pemangku kepentingan saat ini yang banyak terjerat kasus korupsi. Bung Hatta merupakan sosok sederhana yang tidak memperkaya diri sendiri dari jabatan yang dimilikinya. Padahal jika ia mau, tidaklah sulit. Sebab, berbagai posisi penting pernah dijabatnya antara lain wakil presiden dan perdana menteri.
Begitu sederhananya sampai sampai pria yang mendapat gelar Drs dari Nederland Handelshogeschool, Rotterdam Belanda itu hingga akhir hidupnya tidak mampu membeli sepatu Bally yang sangat diimpikannya. Seperti yang diceritakan sekretaris pribadi Bung Hatta, Iding Wangsa Widjaja, suatu ketika Bung Hatta pernah melewati pertokoan diluar negeri. Saat itu Bung Hatta melihat sepasang sepatu Bally yang terpampang dietalase toko. Bung Hatta sangat terkesima dan ingin memiliki sepatu Bally itu. Sampai sampai guntingan iklan sepatu Bally itu disimpannya didalam dompet dan berharap agar suatu saat bisa membelinya.
Namun, hingga akhir hayatnya, sang proklamator bahkan tidak mampu untuk membeli sepatu favoritnya itu. Penyebabnya, uang tabungannya tidak pernah cukup karena selalu dipakai untuk membiayai keperluan rumah tangga, membantu saudara dan kerabatnya. Bahkan, diusia tuanya Bung Hatta hidup dengan sangat memprihatinkan. Hidup sangat sederhana sebagai pensiunan seorang Wakil Presiden, ternyata belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ironisnya, Bung Hatta tidak mampu untuk membayar pajak bumi bangunan, air bahkan tagihan listrik. Ali Sadikin terhenyak dan tersentuh hatinya ketika mendengar kabar tersebut. Seorang mantan Wakil Presiden tidak mampu membayar iuran air, pajak bangunan dan listrik karena saking kecilnya uang pensiunan. Gubernur legendaris itu sangat terharu melihat kondisi Bung Hatta. Seorang pemimpin yang jujur hingga hidup susah dihari tua. Maka tergeraknya Bang Ali untuk membantu Hatta. Sang Letnan Jenderal Marinir itu melobi DPRD DKI untuk menjadikan Bung Hatta sebagai warga kota utama, dengan begitu Bung Hatta terbebas dari iuran air dan PBB.
Ironi, seorang proklamator, mantan Wakil Presiden, mantan perdana menteri dan seorang Bapak Bangsa Indonesia bahkan tidak sanggup untuk membayar listrik dan air. Tapi itulah kejujuran Bung Hatta. Padahal jika ia mau main proyek, Hatta tentu saja bisa menjadi seorang yang kaya tujuh turunan. Lain lagi menurut Jenderal Hoegeng, jika ada sosok yang membuat Jenderal Hoegeng merasa kagum akan kejujuran seseorang, maka Mohammad Hatta adalah orangnya. Jika Jenderal Hoegeng yang terkenal paling jujur saja sampai kagum, maka bisa dibayangkan betapa jujurnya Bung Hatta.
Bung Hatta adalah sosok yang membuat Hoegeng selalu malu untuk melakukan tindakan hina seperti korupsi. Apalagi setelah Hoegeng tahu bagaimana melaratnya Hatta setelah mundur sebagai seorang Wakil Presiden tahun 1956. “Ketika Bung Hatta mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden, diberitakan dia hanya mempunyai uang tabungan Rp.200. Uang pensiunannya pun tidak cukup untuk membayar biaya listrik”, tulis Jenderal Hoegeng dalam memoarnya. Berapa nilai uang Rp.200 pada saat itu jika dihitung dengan kondisi sekarang? seorang prajurit TNI saat itu bercerita, saat tahun 1956 gajinya Rp.125 per bulan. Ironi sekali bukan, seorang Wakil Presiden RI hanya memiliki uang nyaris setara dengan prajurit TNI berpangkat rendah. Saat pensiun, Hatta juga menolak semua jabatan komisaris BUMN atau posisi lain yang sebenarnya bisa membuat hidupnya kaya. Tapi Hatta menolaknya dengan mentah karena bukan rahasia umum lagi jika komisaris BUMN hanya makan gaji buta. Hatta tidak pernah sudi memeras bangsanya dengan menduduki jabatan seperti itu.
Seperti kata beliau yang akan selalu hidup dan dikenang oleh seluruh generasi pemuda, “Indonesia merdeka bukan tujuan akhir kita. Indonesia merdeka hanya syarat untuk bisa mencapai kebahagiaan dan kemakmuran rakyat”. Maka terpujilah pejabat yang jujur sepertimu Bung Hatta. Semoga kisahmu dapat dikenang dan diterapkan oleh pemimpin bangsa saat ini.

Referensi :
Merdeka.com
http://www.biografiku.com/2009/08/biografi-mohammad-hatta.html

 

Unknown / Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 komentar:

Posting Komentar

Coprights @ 2016, Blogger Templates Designed By Templateism | Templatelib